Happily shared our short stories. Thanks for your attention. Your comment will help us to improve.

Label

Jumat, 09 Agustus 2013

Yearn (A Grandma's Love)


                Eleonore menatap ke arah kursi tua di sudut ruang keluarga. Posisi perabotan masih sama seperti saat ditinggalkan sepuluh tahun lalu. Sofa yang biasa ia kuasai sendiri juga masih ada di sisi timur ruangan. Eleonore mendekati kursi tua di sudut ruangan. Ia membuka kain penutup kursi itu. Walaupun sudah cukup lama ditinggalka, kursi kayu itu masih terlihat bagus. Eleonore tersenyum. Ia masih dapat membayangkan saat-saat Nenek Marion duduk santai di kursi itu.

                Menuju dapur, tidak ada yang berubah. Hanya perabotan yang dulu bersih sekarang tertutup debu. Eleonore masih ingat, saat masih kecil  ia terjatuh di dekat pintu masuk dapur. Ibu malah memarahinya karena sebelumnya sudah diperingatkan agar tidak berlari. Tangis Eleonore bertambah keras. Nenek Marion lalu membawanya ke taman agar tidak menangis lagi.

                Eleonore melangkah menuju halaman belakang. Ia tersenyum membayangkan kenangannya bersama Nenek Marion saat merawat kebun bunga kecil mereka. Eleonore kecil memang sangat dekat dengan Nenek Marion. Kebun bunga yang sering mereka rawat bersama sekarang sudah tidak ada. Ia tertunduk sebentar.

                Selesai bernostalgia di halaman belakang, Eleonore berjalan menuju kamar Nenek Marion. Semua perabotan juga masih ada pada tempatnya. Ia terdiam menatap tempat tidur Nenek Marion. Bukan hanya kenangan manis, Eleonore juga masih mengingat saat ia bersikap tidak baik pada Nenek Marion walaupun ia tahu Nenek Marion sangat menyayanginya. Eleonore mulai memutar ulang kenangannya.

                Cherry berbaring di dekat kaki Eleonore. Ekornya bergoyang pelan saat Eleonore mengelus kepalanya. Cherry menyalak saat mendengar suara bel sepeda mendekati rumah majikannya.
“Kenapa lama sekali? Aku sampai bosan menunggu.” Kata Eleonore sedikit kesal. Carin baru turun dari sepedanya. Ia hanya tersenyum sementara Cherry masih terus menyalak.
“Tapi sudahlah. Ayo masuk. Ada game yang menunggu untuk dimainkan.” Eleonore tersenyum. Carin memang selalu datang ke rumah Eleonore untuk bermain game setiap akhir pekan

                Nenek Marion menatap serius ke arah Eleonore dan Carin. Eleonore dapat menghabiskan waktu seharian bermain game. Nilai-nilainya juga menurun karena kebiasaannya.
“Jangan bermain terus. Pikirkan juga pelajaranmu.” Kata Nenek Marion dengan wajah serius. Eleonore tidak menghiraukan perkataan nenek.
“Masa depanmu masih panjang. Jangan hanya terpaku pada kesenangan yang merusak. Matamu juga perlu istirahat. Berteman dengan orang yang baik akan membawamu ke arah yang baik dan sebaliknya, berteman dengan orang yang buruk akan membawamu ke arah yang buruk.” Sambung Nenek Marion. Eleonore mulai kehilangan konsentrasi. Nenek Marion masih terus menasehatinya.
“Ini urusanku. Nenek tidak perlu bicara terlalu banyak!” kata Eleonore dengan suara meninggi. Nenek Marion hanya diam menatap Eleonore. Carin yang tampak kaget juga menatap ke arah Eleonore.

Eleonore yang masih tampak kesal menggendong Cherry menuju pintu depan. Carin segera menyusulnya. Ia hanya berdiri di samping Elenore, tidak berani berkata apa-apa.
“Menyebalkan sekali. Dan kesannya ia mengatakan kamu bukan teman yang baik. Jika sudah menyelesaikan sekolah, aku ingin tinggal di Paris saja” Kata Eleonore dengan nada kesal. Cherry yang ada dalam pelukan Eleonore tampak ketakutan.
“Sudahlah. Lupakan saja.” Kata Carin berusaha menenangkan temannya tapi perkataan itu tidak cukup membuat Eleonore tenang.

                Pelajaran berakhir. Edgar dan Carin mengajak Eleonore melihat latihan drama murid senior. Mereka menghabiskan 2 jam di sekolah. Ketiganya berjalan pulang bersama sambil bercanda. Eleonore tersenyum lebar. Ekspresi Eleonore segera berubah saat melihat Nenek Marion menunggunya di depan pintu. Nenek Marion tersenyum lega melihat kepulangan Eleonore. Cherry yang menemani Nenek Marion menggoyagkan ekornya.
“Hari ini lama sekali.”
“Nenek tidak perlu menungguku. Aku sudah 15 tahun, bukan anak kecil lagi.” Eleonore memotong perkataan Nenek Marion dan segera berjalan masuk. Edgar dan Carin terdiam melihat kejadian itu. Nenek Marion tampak sedih. Cherry menjilati tangan Nenek Marion pelan lalu berjalan masuk mengikuti Eleonore.

                Nenek Marion mulai terlihat lemas. Wajahnya pucat. Seiring pertambahan usia ia juga tidak sekuat dulu lagi. Ia tetap menunggu Eleonore pulang setiap sorenya ditemani Cherry walaupun Eleonore selalu terlihat tidak senang. Ia tetap tersenyum walaupun Eleonore tidak menghiraukannya.

                Eleonore berjalan pulang sendirian. Edgar sakit dan Carin ada keperluan lain di tempat yang berlawanan arah dengan rumah Eleonore. Tidak seperti biasa, Nenek Marion tidak menunggu kepulangan Eleonore. Hanya ada Cherry yang menunggu di balik pintu. Ia menyalak senang menyambut Eleonore. Ruang keluarga tampak sepi. Eleonore berjalan ke ruang makan. Ia tidak berhasil menemukan ibunya dan Nenek Marion.
“Eleonore, nenek sakit. Bisa bantu ibu mencuci sayuran?”
“Ya.” jawab Eleonore singkat. Ia meletakkan tasnya di atas sofa lalu pergi ke dapur.

                Kondisi Nenek Marion terus menurun. Nenek Marion yang sebelumnya berjalan dengan bantuan tongkat sama sekali tidak dapat bangkit dari tempat tidur. Ia tersenyum saat Eleonore membawakan makanan untuknya. Nenek Marion ingin tetap dirawat di rumah walaupun kondisinya terus menurun.
“Nenek tidak mau makan.”Eleonore menjawab pertanyaan Edgar yang menanyakan keadaan Nenek Marion.

                Nenek Marion yang terbaring sakit mulai kesulitan menggerakkan anggota tubuhnya. Ia juga mulai jarang berbicara. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk tidur. Eleonore menghampiri Nenek Marion. Ia memegang tangan Nenek Marion.
“Don’t cry, dear. I’ll always love you.” Kata Nenek Marion yang menyadari Eleonore duduk di sampingnya. Ia berusaha tersenyum di depan Eleonore. Nenek Marion meninggal beberapa jam kemudian.

                Cherry yang juga selalu menunggu Eleonore di balik pintu masuk mati karena sakit 2 tahun kemudian. Carin yang selalu bermain game dengan Eleonore mulai menjauh dari Eleonore setelah ia mendapatkan teman yang baru. Keluarga Fradeux pindah dari Kota Cannes beberapa bulan setelah kepergian Nenek Marion. Seperti keinginan Eleonore, mereka pindah ke Kota Paris. Beberapa perabotan mereka tinggalkan di Cannes karena sulit dibawa.

                Sama seperti saat terakhir bersama Nenek Marion, mata Eleonore tampak berkaca saat menatap ke arah tempat tidur Nenek Marion.
“I know you care about me. I know you love me. If I can meet you once again, I want to say I’m sorry, I miss you and I love you too, Granma.” Eleonore meraih foto Nenek Marion yang terpajang di meja di sebelah tempat tidur Nenek Marion.

                Ponsel Eleonore berbunyi. Eleonore meletakkan kembali foto Nenek Marion di atas meja.
“Ya. Urusanku sudah selesai. Kamu bisa menjemputku sekarang, Edgar.” Jawab Eleonore.
Setelah berteman cukup lama, Eleonore dan Edgar menjadi sepasang kekasih. Edgar sekeluarga juga pindah ke Kota Paris setahun setelah kepindahan keluarga Fradeux.

                Eleonore berjalan keluar dari rumah yang penuh kenangan itu. Ia memang datang ke Cannes Setiap tahun tapi tidak pernah datang melihat rumah itu. Ia merasa senang dapat datang ke rumah itu lagi.  Edgar menunggu di depan rumah.
“Setelah ini kita masih harus mengunjungi makam Nenek Marion.” kata Edgar sambil tersenyum. Eleonore dan Edgar berjalan pergi sambil sesekali menoleh ke arah rumah keluarga Fradeux, berharap dapat melihat bayangan Nenek Marion sekali lagi.




End




(Linoire)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan Anda. Komentar Anda akan menjadi penghargaan besar untuk kami.
Thanks for your visit. Your comment will be a great aprreciation for us.