“Minggu ini tolong
temani aku ke Shibuya.” pinta Etsuko pada kedua sahabatnya. Mereka tidak segera
menjawab. Mika mengambil sebungkus biskuit coklat dan meletakkannya dalam
keranjang belanjaannya yang hampir penuh dengan barang belanjaan Etsuko dan Yuuko.
“Maaf, Etsuko, aku sudah punya rencana akhir minggu ini.” Kata Mika
merasa bersalah.
Etsuko segera melirik ke arah Yuuko. Mika pun menoleh ke arah Yuuko.
“Baiklah. Aku akan menemanimu ke Shibuya.” Kata Yuuko sedikit
terpaksa.
“Aku sudah selesai. Cepat bayar dan kita pulang. Aku kasihan pada
Mika.” Kata Etsuko setelah meletakkan sebungkus permen pada keranjang Mika.
Pintu belum dibuka walaupun Mika
sudah membunyikan bel berkali- kali. Mika dapat membaca situasi dalam
rumah.’Ibu sedang belanja dan kunci diletakkan di tempat biasa, di bawah pot
bunga ketiga dari pintu.’ Ia segera mengambil kunci yang disembunyikan. Bukan
hanya kunci, Mika menemukan benda lain di dekat pot. Sebuah gelang bertali
merah dengan bola kristal pada bagian atas.
Mika menoleh ke belakang. Ia
merasa ada seseorang dibelakangnya tapi tidak ada seorang pun sepanjang koridor
sekolah pagi itu. Ia sengaja datang cepat untuk menemani Etsuko dan Yuuko yang
tugas piket. Jika ada yang datang sepagi itu juga, pasti Etsuko atau Yuuko.
Etsuko dan Yuuko sudah berada dalam ruang kelas saat Mika berjalan masuk ke
dalam kelas.
“Semua sudah selesai. Kamu terlambat.” Kata Yuuko sambil tersenyum.
“Aku tidak tahu kamu suka memakai gelang.” Kata Etsuko saat melihat
gelang bertali merah dengan bola kristal pada pergelangan tangan kiri Mika.
“Aku menemukannya di halaman rumah dan aku suka bola kristalnya.” Mika
memandangi gelangnya.
Jam pelajaran matematika.
Konsentrasi Mika buyar saat melihat bayangan seorang wanita berkimono biru
berjalan di depan kelas. Ia berdiri di sudut kelas lalu menoleh ke arah Mika.
“Ariwara, kerjakan soal nomor tujuh. Ariwara!” tegur Bu Maruyama. Mika
tidak menjawab.
“Mika!” Mika menoleh ke arah Etsuko yang menyentuh bahunya. Etsuko
menunjuk ke arah Bu Maruyama.
“Ariwara, kerjakan soal nomor tujuh.” Mika bangkit
dari tempat duduknya dan berjalan ke depan kelas. Ia melirik ke sudut ruangan.
Wanita berkimono biru itu tidak terlihat lagi.
Selesai makan malam, Mika membaca
buku di dalam kamarnya. Mika melirik ke arah jendela, merasa ada seseorang yang
sedang memperhatikannya. Tidak ada siapa-siapa. Mika membuka jendela dan
melihat ke luar. Tidak ada siapa pun di luar. Merasa tidak enak, Mika menutup
jendela dan menutupi kaca jendela dengan gorden.
Ruangan dengan desain klasik,
beberapa kimono indah dengan warna yang menarik di atas tatami, suara koto yang
merdu. Beberapa vas dan gantungan yang indah menghiasi ruangan. Ruangan yang
bagus tapi suasana terasa aneh. Pintu
terbuka. Seorang wanita berkimonno biru dengan rambut panjang yang indah masuk
ke dalam ruangan. Mika terbangun dari tidurnya. Ia memejamkan mata, berusaha
untuk tidur sepanjang malam tapi tidak berhasil. Cahaya matahari menembus jendela. Mika bangun
dari tempat tidur.
Hari minggu. Mika menghubungi
Etsuko, menawarkan diri menemaninya ke Shibuya bersama Yuuko. Ia merasa tidak
nyaman berada di rumah. Ia tidak berusaha melanjutkan tidurnya walaupun lelah.
“Kukira kamu sudah punya rencana hari ini.” Kata Etsuko heran di balik
telepon.
“Ya. Tapi aku berubah pikiran. Aku bosan di rumah.” Kata Mika.
Pikiran Mika kosong. Ia hanya
mengikuti Etsuko dan Yuuko. ia bahkan tidaktidak mendengar apa yang mereka
bicarakan. Yuuko yang memperhatikannya mulai khawatir.
“Mika, kamu terlihat lelah. Kantung matamu juga terlihat jelas. Lebih kita
pulang saja.” Kata Yuuko.
“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak bisa tidur. Lagipula aku memang butuh
refreshing.” Kata Mika sambil tersenyum. Senyum di wajahnya mulai memudar saat
ia melihat wanita berkimono biru dalam mimpinya lewat di belakang Etsuko dan
Yuuko sambil menatap tajam ke arahnya. Etsuko dan Yuuko menoleh ke belakang.
Keduanya juga melihat sekeliling.
“Ada apa? Wajahmu tampak kaget dan takut.” Etsuko mulai khawatir. Mika
tidak menjawab.
Terdengar suara koto. Wanita
berkimono biru. Ia tidak memakai kimono birunya. Ia duduk memainkan koto. Tidak
lama, ia mulai menari sementara wanita lainnya memainkan koto untuknya. Ia
penari yang hebat. Semuanya menjadi silau. Pemandangan berubah. Wanita
berkimono biru, tampak kesal. Ada orang lain di ruangan yang sama. Seorang
wanita. Mereka bertengkar. Wanita berkimono biru menjatuhkan sebuah vas bunga
dari dudukannya. Keduanya terdiam sejenak. Wanita berkiono biru memungut
pecahan vas. Wanita yang satu lagi memukulnya. Pecahan vas melukai tangan
wanita berkimono biru. Darah mengotori kimono birunya. Pemandangannya kembali
beralih. Terdengar suara teriakan. Semuanya menjadi gelap. Mika berlari. Wanita
berkimono biru menghalanginya. Mika berlari ke arah lain. Wanita berkimono biru
menarik tangan kanan Mika. Genggamannya kuat. Mika terbangun. Pergelangan
tangan kanannya tampak merah.
Terbangun dari mimpi yang sama
selama seminggu, wajah Mika menjadi pucat. Ia
sulit berkonsentrasi dalam kelas. Dimarahi Bu Maruyama berkali-kali.
Tampak tidak bersemangat. Berat badannya juga menurun. Ia tampak buruk.
“Kamu masih sering mimpi buruk?” tanya Etsuko yang segera dibalas
anggukan pelan Mika.
“Mika, ayo pergi festival Tanabata. Mungkin kamu akan merasa lebih
baik.” Saran Yuuko.
“Ya. Mungkin aku akan merasa lebih baik.” Mika tersenyum.
Mimpi yang hampir sama. Terdengar
suara tangisan yang pelan dan terlihat tetesan darah. Semuanya gelap. Mika
berlari. Wanita berkimono biru menghalanginya. Ia terlihat tidak biasa. Rambut
panjangnya yang berantakan hampir menutupi seluruh wajahnya. Kimono birunya
yang indah terkoyak dengan bercak darah yang menyebar hampir merata menutupi
warna asli kimono. Mika berbalik arah, berlari secepat mungkin. Sesekali ia
menoleh. Wanita berkimono biru tidak mengejarnya. Mika memperlambat langkahnya. Ia melirik ke belakang saat merasakan sesuatu
menyentuh bahunya. Wanita berkimono biru meyandarkan kepalanya pada bahu kiri
Mika. Ia ada tepat di belakang Mika. Mika mencium bau darah pada rambut wanita
berkimono biru.
Mika
terbangun. Ia menarik nafas dalam-dalam dan duduk di pinggir tempat tidurnya.
Ia menemukan rambut panjang yang rontok
di atas bantalnya saat ia menoleh sekilas ke arah sana. Mika segera menyapu
rambut panjang itu dari bantalnya. Mika yang wajahnya tampak ketakutan
menyentuh bahu kirinya perlahan tanpa menoleh sedikitpun. Merasa sedikit lebih
tenang, Mika melirik ke arah bahu kirinya dan menemukan bercak merah kehitaman
pada piyamanya.
Mika mengamati baju piyama yang
buru-buru ia ganti dengan baju yang lain. Tidak ada noda apapun di sana. Ia
meletakkan baju itu di atas lantai. Mika duduk terdiam cukup lama sebelum ia
memejamkan mata dan kembali berbaring di atas tempat tidurnya. Ia menutupi
dirinya dengan selimut.
Etsuko dan Yuuko menunggu Mika di
ruang tamu. Mika sedang memilih kimono yang cocok untuk festival Tanabata.
“Mika, Ibu membelikanmu kimono baru. Pakai yang ini saja.” Saran ibu
Mika sambil memperlihatkan sebuah kimono biru. Mika terdiam menatap kimono biru
itu. Ibu Mika tersenyum sambil menutup pintu kamar. Mika meraih dan mengamati
komono itu. Coraknya sama dengan kimono wanita berkimono biru. Mika yang
pandangannya tiba-tiba kabur perlahan duduk di pinggir tempat tidurnya.
Seorang wanita berkimono biru. Ia
berdiri membelakangi Mika. Perlahan ia membalikkan tubuhnya. Wanita berkimono
biru tapi dengan dandanan yang berbeda. Dari dandanan khasnya, Mika sadar ia
adalah seorang Geisha. Tak heran ia dapat memainkan koto dengan bagus dan
menari dengan indah. Wanita itu adalah seorang seniman yang berbakat. Seorang
wanita masuk ke dalam ruangan dan mendekatinya. Ia wanita yang pernah berdebat
dengan wanita berkimono biru. Mika masih dapat mengenali wajahnya walaupun ia
terlihat agak berbeda dengan dandanan Geisha.
Keduanya kembali berdebat. Wanita
berkimono merah, lawan bicara wanita berkimono biru tampak kesal. Ia menarik
sedikit lengan kimono sebelah kanannya dan memukul wanita berkimono biru.
Sekilas Mika melihat sebuah gelang bertali merah dengan beberapa bola kristal
pada pergelangan tangan kiri wanita itu. Ia memanggil beberapa orang pelayan
wanita. Wanita berkimono merah tersenyum. Ia memberi isyarat tangan dan para
pelayan segera mengelilingi wanita berkimono biru. Mereka memukuli wanita
berkimono biru. Ia berusaha melawan tapi tak dapat lari dari mereka. Mika
berusaha mendekati mereka tapi ia tidak dapat bergerak. Wanita berkimono biru
yang mengalami luka cukup parah diseret keluar ruangan oleh para pelayan.
Bercak darah mengotori tatami dan lantai.
Wanita berkimono biru terbaring
di atas tanah, di pinggir tebing. Wanita berkimono merah dan pelayan-pelayannya
menatapnya.
“Inilah hukuman karena berani melawanku. Sebagai oleh-oleh menuju alam
sana, akan kuberikan ini padamu.” Kata wanita berkimono merah sambil melepas
dan melempar gelang yang dipakinya ke wajah wanita berkimono biru. Rambut
panjang wanita berkimono biru menutupi sebagian wajahnya tapi Mika dapat
melihat matanya yang menatap tajam ke arah wanita berkimono merah. Wanita
berkimono merah tertawa. Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi sambil
memberi isyarat tangan pada para pelayannya. Wanita berkimono biru meraih
gelang bertali merah dengan beberapa bola kristal yang dilempar ke wajahnya.
Para pelayan mendekati wanita berkimono biru. Mereka menjatuhkannya dari atas
tebing.
Cahaya menyilaukan menghalangi
pandangan. Mika mengamati sekelilingnya saat ia kembali berpindah ke tempat
lain. Pepohonan yang lebat, di tengah hutan. Pandangannya menangkap sosok
wanita berkimono biru terbaring dengan tubuh berlumuran darah saat ia menoleh
ke arah sungai. Mika mengamati tangan wanita berkimono biru yang menggenggam
kuat gelang bertali merah dengan beberapa bola kristal di bagian atasnya.
Etsuko dan Yuuko saling
berpandangan dengan wajah penasaran saat melihat Mika menghampiri mereka dengan
wajah serius dan tanpa kimono.
“Maaf, aku tidak bisa ikut ke festival. Ada hal lain yang harus
kulakukan.” Kata Mika cepat. Ia segera berjalan pergi meninggalkan Etsuko dan
Yuuko.
Mika berlari menuju kuil.
Sesekali ia melihat ke arah gelang bertali merah dengan beberapa bola kristal
yang ada di genggamannya. Mika mendoakan wanita berkimono biru.
‘Aku tahu apa yang kamu rasakan. Tapi aku bukan wanita berkimono merah
itu. Aku tidak ingin terus dihantui olehmu. Gelang ini akan kuhancurkan.’ Kata
Mika dalam hati.
Ibu Mika tersenyum melihat Mika
mengumpulkan daun-daun kering di halaman rumah. Mika menyalakan api dan mulai
membakar daun-daun kering yang dikumpulkannya. Ia mengamati gelang bertali
merah dengan beberapa bola kristal di tangannya. Ia lalu menarik nafas panjang
dan melempar gelang itu ke dalam api. Mika tersenyum lega.
Wajah Mika tampak segar. Tidak
ada mimpi buruk yang membangunkannya di tengah malam lagi. Selesai menghabiskan
nasi di piringnya, ia segera meraih tas sekolahnya.
“Mika. Ibu menemukan gelangmu terjatuh di depan pintu rumah. Hati-hati
di jalan, ya.” pesan Ibu Mika sambil menyerahkan gelang bertali merah dengan
beberapa bola kristal di bagian atasnya pada Mika. Mika menerimanya dengan
senyum yang dipaksakan.
Dengan wajah heran, Mika
mengamati gelang yang dibakarnya bersama daun-daun kering.
“Aku tidak ingin diganggu lagi. Semoga tidak ada yang menemukannya
lagi.” Kata Mika sambil melemparkan gelang bertali merah dengan beberapa bola
kristal pada bagian atasnya ke dalam kantung sampah yang akan dibakar di
sekolah. Mika sengaja mengambil kantung sampah itu dari siswa yang bertugas
piket untuk membuang gelang itu. Mika meninggalkan kantung sampah itu bersama
bungkusan sampah yang lain. Ia menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah
bungkusan sampah. Ia lalu kembali melangkah menuju kelas.
Seorang ibu meletakkan barang
belanjaannya di kursi taman. Ia lelah mengangkat belanjaannya yang cukup
banyak. Tangannya berhenti memijat kakinya yang lelah saat sebuah gelang
bertali merah dengan beberapa bola kristal di bagian atasnya tertangkap oleh
pandangannya. Ia meraih gelang yang ada di dekat kaki kursi taman yang
didudukinya.
(Linoire)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Komentar Anda akan menjadi penghargaan besar untuk kami.
Thanks for your visit. Your comment will be a great aprreciation for us.